Kreativitas di balik Mencatat

Kreativitas di balik Mencatat

Orang-orang kreatif dari berbagai bidang yang berbeda tentunya membutuhkan peralatan yang berbeda-beda dalam berproses menghasilkan karya-karya mereka. Pelukis membutuhkan kuas dan media kanvas, sastrawan membutuhkan pena dan kertas, penulis perangkat lunak komputer membutuhkan komputer, penemu pada bidang ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan peralatan laboratorium.

Terlepas dari perbedaan bidang yang ditekuni, ada satu “peralatan rahasia” yang dianggap berperan di balik kreativitas mereka. Menariknya lagi, peralatan tersebut tidak banyak berubah dari masa ke masa. Leonardo da Vinci, Charles Darwin dan Thomas Alva Edison menggunakannya; demikin juga dengan orang-orang kreatif di zaman modern ini. “Peralatan rahasia” itu adalah buku catatan dan alat tulis.

Charles Darwin misalnya, dikenal sebagai sosok yang meninggalkan buku catatan cukup lengkap; Darwin memang dikenal sebagai pencatat yang sangat teliti. Buku catatannya dipenuhi dengan ide-ide, diagram dan coretan-coretan. Secara berkala, Darwin membaca kembali catatannya dan sering kali menemukan kaitan dengan masalah yang sedang dipikirkannya.

Darwin sendiri bukan orang yang dikenal kreatif semenjak kecil. Salah satu kunci kreativitasnya justru terletak pada kebiasaannya mencatat. Sebelumnya, Darwin dianggap mulai mengembangkan teori evolusi setelah melihat keanekaragaman burung-burung finch di Kepulauan Galapagos, atau saat membaca tulisan Thomas Malthus tentang penambahan populasi yang akan meningkatkan persaingan dalam perebutan sumberdaya (kemudian melihat kaitan antara teori Malthus dan proses seleksi alam).

Fakta yang sebenarnya tidaklah demikian. Selama perjalanan keliling dunianya di atas kapal Beagle, Darwin menggunakan buku catatannya untuk menyimpan hasil pengamatannya secara rinci. Catatannya mengenai Kepulauan Galapagos dipenuhi dengan penelitian yang berkaitan dengan geologi (1383 halaman berkaitan dengan geologi dan hanya 368 halaman yang berkaitan dengan biologi).

Halaman-halaman tersebut menyimpan banyak sketsa dan coretan, termasuk juga ide-ide yang kemudian dianggap sebagai salah atau buntu. Coretan-coretan seperti inilah yang membantu evolusi pemikiran Darwin hingga akhirnya Darwin berhasil menemukan teori evolusi.

Lima bulan kemudian saat kapal Beagle berlabuh di Kepulauan Keeling di Lautan India, Darwin membuka kembali catatannya. Saat itu, Darwin menyadari sesuatu. Keanekaragaman burung finch yang ditemukannya di Galapagos ialah kunci guna mengungkap misteri tentang hidup. Dari sanalah teori evolusinya mulai menetas.

Setelah kembali ke London Darwin terus mencatat hasil-hasil pengamatannya dan memeriksa ulang catatan-catatan lamanya. Butuh waktu lama sebelumnya Darwin mampu menyusun kerangka lengkap teorinya, dan catatan-catatannya memegang peranan yang sangat besar. Dengan demikian, teori evolusi Darwin lahir dari ide-ide kecil yang dibangun dari kumpulan ide-ide kecil (yang dicatatnya) sebelumnya.

Darwin bukan pengecualian. Mayoritas orang-orang kreatif memanfaatkan buku catatan untuk menyimpan hasil pengamatan dan ide-ide mereka: filsuf dari Inggris John Locke, penemu oksigen Joseph Priestley, ilmuwan Michael Faraday, penemu teori relativitas Albert Einstein, Leonardo da Vinci. Thomas Alva Edison juga tak jauh berbeda.

Thomas Alva Edison meninggalkan lebih dari 3.500 buku ketika meninggal tahun 1931. Beethoven selalu mencatat ide-ide yang muncul di kepalanya bahkan ketika sedang bersantap bersama para tamu. Pablo Picasso memanfaatkan 8 buku catatan untuk mengeksplorasi ide-idenya untuk lukisannya Guernica. Menariknya mereka sering kali menemukan ide-ide menarik saat membaca ulang catatan-catatan lama.

Kepustakaan
Arifin, It Pin. 2012. Ketika Archimedes Berteriak ‘Eureka!’: Nyalakan Kreativitas Anda dengan “Api Pengetahuan” . Jakarta: Media Elex Komputindo.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama