Rara Mendut dan Pranacitra

Rara Mendut dan Pranacitra

Dalam cerita rakyat, Rara Mendut adalah seorang gadis boyongan dari Kabupaten Pati. Rara diboyong ke Mataram oleh pasukan pimpinan Tumenggung Wiraguna bersama gadis-gadis lainnya dan sejumlah harta benda. Setiba di Mataram, gadis boyongan dan harta rampasan dibagikan pada mereka yang berjasa. Tumenggung Wiraguna memilih Rara Mendut untuk diperistri.

Tetapi Rara Mendut menolak permintaan Tumenggung Wiraguna yang sudah tua itu. Sebagai gantinya, Rara Mendut diwajibkan membayar pajak sebesar tiga real setiap hari. Wajib pajak hanyalah siasat untuk mendapatkan Rara Mendut, karena ia tidak akan mampu membayar. Dengan demikian, Wiraguna merasa lebih mudah untuk menaklukkan Rara Mendut dan menjadikannya sebagai istri.

Untuk membayar pajak sebesar itu, Rara Mendut meminta izin berjualan rokok. Ia berjualan rokok yang berbeda dengan penjual lain. Harga rokok yang masih utuh berbeda dengan harga rokok yang telah menjadi puntung dari isapan Rara.

Selama berjualan rokok, Rara Mendut berkenalan dengan seorang pemuda dari desa Batakenceng bernama Pranacitra. Hubungan itu semakin akrab dan berlanjut menjadi cinta kasih. Lewat puntung rokok itu, Rara Mendut minta Pranacitra agar mengabdi pada Tumenggung Wiraguna agar hubungan cinta mereka makin dekat. Kesetiaan cinta kasih keduanya diibaratkan Pager bumi kotaking wong lampus, luwang siji yogya kang ngleboni, ing (m) benjang wong loro, artinya satu makam (kubur) untuk berdua.

Tumenggung Wiraguna mengetahui hubungan asmara Rara dan Pranacitra. Guna menghindari kemarahan Tumenggung Wiraguna, mereka melarikan diri dari desa. Tumenggung Wiraguna yang marah karena cintanya tak terbalas, memerintahkan prajuritnya agar menangkap Rara Mendut dan Pranacitra, baik itu dalam keadaan hidup maupun mati. Rara Mendut dan Pranacitra tidak dapat menghindar hingga akhirnya mereka tertangkap dan diadili di hadapan Wiraguna.

Akhirnya Pranacitra dihukum mati. Ia ditikam oleh Tumenggung Wiraguna. Rara Mendut pun histeris dan tidak terima kekasihnya dibunuh. Ia mencabut keris yang masih tertancap di dada Pranacitra dan menikam dirinya sendiri. Mayat sepasang kekasih ini dikuburkan dalam satu liang lahat oleh patih desa Wiraguna.

Kepustakaan
C.C., Berg. 1974. Penulisan Sejarah Jawa. Jakarta: Bhratara.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama