Mitologi Cina

Mitologi Cina

Surga bangsa Cina dipenuhi dengan berbagai gambaran: tokoh-tokoh dalam berbagai dongeng, dewa-dewi, figur-figur historis, penyair, penulis, filsuf, naga, burung api (phoenix), kura-kura dan unicorn. Tokoh-tokoh dari periode yang penuh dengan konflik, perbedaan agama dan pertentangan filsafat, saling berinteraksi di dalam dongeng-dongeng (mitos) bangsa Cina. Tidak ada pemisahan jelas antara fakta dan khayalan dalam dongeng-dongeng bangsa Cina, antara langit dan bumi, antara sejarah dan dongeng, antara masa lalu dan masa kini.

Cina merupakan mosaik dari beragam kelompok dan tradisi. Kisah-kisah dalam mitologi Cina melambangkan arus air yang mengalir dan berjalan beriringan, yang menyatu atau menyimpang dari berbagai tempat dan realitas yang berbeda. Kisah-kisah tersebut memiliki pengaruh kuat dari agama rakyat, seperti Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme.

Agama rakyat Cina, agama yang paling tua di antara empat kepercayaan yang ada, sangat menghormati para leluhur yang mengamati dari kejauhan dan membimbing kehidupan manusia. Pada abad ke-5 SM, Konfusius memperkenalkan pemikirannya yang menekankan pada pemenuhan kewajiban dan budi pekerti yang luhur. Meski Konfusianisme bukan agama, tetapi pengaruh pemikiran Konfusius sangat mendalam bagi pembentukan konsep budi pekerti dan pemerintahan bangsa Cina.

Di antara tahun 600-300 SM, muncul pemikiran Taoisme. Taoisme pada mulanya adalah filsafat yang menganjurkan manusia supaya hidup harmonis dengan Tao (jalan atau alam semesta). Namun kemudian, Taoisme berkembang pesat menjadi sistem agama yang melibatkan banyak dewa, arwah, hantu, iblis, kekuatan magis dan pencarian keabadian.

Pada tahun 67 M, bangsa Cina sudah mengenal Buddhisme yang dibawa masuk dari India. Buddhisme menjadi agama baru di Cina dan figur mistisnya ialah sang Buddha (manusia biasa yang menjadi dewa) dan Kuan Yin, dewi kemurahan hati. Buddhisme memperkenalkan konsep reinkarnasi, gagasan jika manusia dilahirkan kembali dalam kehidupan yang lain.

Mitos-mitos bangsa Cina terdiri dari berbagai unsur dan karakter yang bersumber dari tiga sumber di atas: Konfusianisme, Taoisme dan Buddhisme. Sebagian besar dongeng-dongeng kuno Cina berasal dari era fabel, misalnya kisah Sepuluh Raja Legendaris yang ditulis pada zaman prasejarah. Setelah itu, sejarah bangsa Cina dibagi menjadi serangkaian dinasti hingga tahun 1911, periode di mana Cina telah menerapkan pemerintahan modern.

Sebuah dinasti adalah serangkaian para raja yang berasal dari keluarga yang sama. Setiap dinasti mempunyai prestasi tersendiri. Setiap kali terjadi pergolakan yang menyebabkan peralihan kekuasaan, penulisan tarikh (perhitungan tahun) yang ada hanya didasarkan perkiraan, hal yang sampai saat ini masih diperdebatkan sarjana Cina.

Kesulitan lainnya adalah ketika banyak buku sejarah yang dibakar pada tahun 213 SM oleh Qinshihuangdi (Chin shi wong dee), kaisar dari dinasti Qin (Chin). Agar diakui sebagai Kaisar Cina yang pertama, Qinshihuangdi menyuruh pasukannya membakar buku-buku sejarah, musik dan kesusastraan. Seratus tahun kemudian, para penganut Konfusianisme berusaha menyusun ulang sejarah Cina dari buku-buku yang berhasil diselamatkan. Mereka tidak ragu untuk mengubah mitos-mitos yang ada atau membuang informasi tertentu supaya sesuai dengan filsafat mereka.

Para sarjana Cina jarang memberikan perhatian yang lebih kepada berbagai mitos yang masih ada; mitos-mitos tersebut tetap hidup karena kuatnya tradisi lisan dan artistik. Mitos-mitos itu dengan leluasa diadaptasi para rombongan pemain teater dan opera, saudagar, pelancong, pemahat, pelukis, novelis dan para pencerita.

Pada 1920-an, pemerintah Cina mengantologikan berbagai mitos yang dikisahkan para petani. Para sarjana terkejut saat mengetahui betapa banyak dan beragamnya mitos-mitos tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, setiap propinsi mulai mengembangkan versinya masing-masing. Tidak seperti mitologi Yunani yang mampu mendefinisikan dengan baik dewa-dewi dan para pahlawannya sendiri dan tetap bertahan berabad-abad, orang-orang Cina masih mengembangkan mitologi mereka sebagaimana catatan sejarah mereka. Hari ini, produser televisi, pembuat film animasi dan perancang games komputer, berusaha menyesuaikan dongeng-dongeng mitologis tersebut agar sesuai dengan dunia modern.

Sekalipun memiliki berbagai tema dan varian, sebagian besar cerita-cerita dalam mitologi Cina mengandung sebuah tema umum dan utama: perjuangan manusia mengalahkan berbagai rintangan, terkadang dibantu dewata dan terkadang malah dihukum atau dihalangi oleh dewata. Pencarian makanan dan tempat berlindung merupakan hal yang mendasar ketika kelebihan populasi dan bencana alam sering melanda. Pengorbanan dan prakarsa individu masih menjadi aspek penting dalam memecahkan persoalan yang dihadapi oleh manusia. Mitos-mitos itu menyatakan tentang perjuangan manusia agar bisa bertahan hidup di dunia yang indah namun sekaligus rapuh dan mudah terombang-ambing.

Kepustakaan
Collier, Irene Dea. 2001. Chinese Mythology. Enslow Publishers.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama